Skip to main content

Duta Museum DIY Meriahkan Karnaval Festival Museum 2015


            Barisan meriah karnaval yang diikuti puluhan museum menjadi pembuka pada Festival Museum 2015 yang diselenggarakan Badan Musyawarah Musea dan Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Arak-arakan bertema museum tersebut diselenggarakan pada tanggal 14 Oktober 2015 di sepanjang jalan Maliboro. Ratusan pengunjung lokal maupun mancanegara antusias menikmati aksi teatrikal karnaval yang disajikan sesuai ciri khas masing-masing museum.
            Karnaval ini diikuti dengan rangkaian acara pada Festival Museum 2015 dengan tema "Museum for Edutourism" yang diselenggarakan 15-19 Oktober di Benteng Vredeburg Yogyakarta. Tema tersebut bertujuan untuk menjelaskan pada masyarakat bahwa peran museum tidak hanya sebagai objek wisata, namun juga sebagai tempat pendidikan. Acara-acara pada Festival Museum 2015 meliputi pameran museum, workshop, pentas tari, festival band, lomba melukis dan mewarnai, serta lomba stand up comedy.


Selain 33 museum di DIY ditambah dua museum dari Jakarta dan Kabupaten Majene, Duta Museum DIY 2015 juga turut berpartisipasi dalam karnaval. Belasan anggota Ikatan Duta Museum mengikuti karnaval ini dengan kompak dan antusias. Barisan karnaval Duta Museum DIY 2015 merepresentasikan tiga golongan museum yaitu museum pendidikan, museum perjuangan, dan museum seni budaya. Konsep karnaval ini mengacu kepada tema yang diusung International Council of Museum yaitu “Museums for a Sustainable Society” karena Duta Museum DIY diharapkan memiliki pemahaman yang global terhadap dinamika permuseuman agar fungsi museum terus berkelanjutan di masyarakat.
Pada barisan karnaval dengan tema museum perjuangan, Duta Museum DIY 2015 bekerja sama dengan komunitas Djogjakarta 1945. Komunitas ini memperhatikan peristiwa bersejarah dalam berdirinya Republik Indonesia di DIY, sehingga mereka dengan senang hati meminjamkan kostum era perjuangan saat karnaval berlangsung. Sedangkan pada barisan museum pendidikan dan museum seni budaya, setiap orang membawa papan tulisan yang berisi slogan untuk mengajak masyarakat mencintai museum. Sepanjang karnaval berlangsung, Duta Museum DIY 2015 terus aktif mengkampanyekan gerakan mengunjungi museum kepada para penonton.
Duta Museum DIY 2015 juga bekerja sama dengan mahasiswa Pascasarjana Institut Seni Indonesia untuk menghias pick up yang mengiringi bagian belakang barisan karnaval. Pick up ini dihias dengan lukisan ekspresionisme potret diri para figur museum di DIY yaitu Affandi, Jenderal Soedirman, dan Ki Hadjar Dewantara. Pada acara pameran Festival Museum 2015, Duta Museum DIY berkolaborasi dengan para pembuat merchandise yang peduli dengan seni budaya Indonesia dan mengadakan “Instagram Photo Competition” untuk mempromosikan museum lebih luas. Dengan adanya kolaborasi multidisiplin, Duta Museum 2015 dapat menghasilkan ekspresi kreatif dan keterlibatan unik dari berbagai pihak untuk mengapresiasi museum di DIY.


Seruni Bodjawati - Juara Umum Duta Museum DIY 2015
Majalah Siswa Nusantara Tamansiswa

Popular posts from this blog

BIAS MISTERI KOLEKSI LUKISAN DR. YAP

          Sejarah panjang pra kemerdekaan Indonesia tidak bisa lepas dari kehadiran sosok filantropis Yogyakarta bernama Dr. Yap Hong Tjoen. Dokter yang lahir pada tanggal 30 Maret 1885 ini tidak hanya sekadar berjasa di bidang medis, namun juga di bidang pendidikan, sosial, dan budaya.             Sebagai ophthalmologist (spesialis penyakit mata) yang berkontribusi besar bagi bangsa, kisah hidup Dr. Yap Hong Tjoen tentu penuh lika-liku perjuangan. Kepandaian istimewanya diperoleh melalui proses pendidikan panjang, mulai dari sekolah Tionghoa lalu ke ELS dan HBS Semarang. Di zaman penjajahan Belanda yang keras, belum banyak pelajar Indonesia dapat memperoleh pendidikan tinggi di Belanda. Dr. Yap Hong Tjoen adalah generasi pertama pelajar Tionghoa yang berhasil menembus Universitas Leiden dan kemudian diikuti 15 pelajar Tionghoa lain yang juga mempelajari bidang medis. Dr. Yap ...

Media Massa dan Kritik Seni Rupa

Esai Seruni Bodjawati di Koran Jawa Pos Media massa seperti koran dan majalah telah memberikan ruang luas untuk peliputan berbagai peristiwa seni rupa di Indonesia. Hal ini membuat perkembangan seni rupa kita melesat sangat pesat dalam satu dasawarsa terakhir. Indonesia menjadi salah satu pusat seni rupa Asia berdampingan dengan Cina, India dan Vietnam. Diakui atau tidak, ibu kota seni rupa Indonesia adalah Yogyakarta. Di kota berhati nyaman ini ribuan perupa lahir dan bersaing keras untuk eksis. Daya kreativitas menggelegak. Inovasi dan terobosan baru dalam penciptaan dan publikasi karya berjalan jauh lebih intens dan memukau. Apa pun bentuknya, setiap tulisan di media massa pastilah memberi rangsangan ke semua pihak untuk lebih memerhatikan seni rupa. Para seniman lebih tergugah, galeri dan pedagang tambah nafsu, kolektor dan konsumen mimpinya lebih indah, dan masyarakat luas lebih ingin memahami seluk beluknya. Namun jarang ada pihak yang mengerti secara bijak mengenai karak...

MEMANDANG SENI RUPA TIONGHOA

Esai Seni Rupa Seruni Bodjawati di Majalah MataJendela, Taman Budaya Yogyakarta Sahabat keluarga saya seorang konglomerat Surabaya, Tedjo Prasetyo, suatu saat di Tembok Besar Cina berkata kepada ayah saya sembari memandang cakrawala. Ucapnya getir, “Bangsa Cina adalah bangsa besar. Menyebar hampir ke seluruh penjuru dunia. Dimanapun mereka berada, mereka bangga menjadi orang Cina. Kecuali di Indonesia, kebanyakan orang Cina marah, tersinggung atau tak suka kalau dibilang Cina. Mereka lebih suka disebut Tionghoa. Sesungguhnya sebutan Tionghoa itu hanya ada di Indonesia saja.” Kalau ditinjau dari segi kesejarahan, hal di atas tak lepas dari situasi sosial-politik yang mengepung mereka sejak zaman kolonial Belanda hingga zaman reformasi ini. Sebagai perantau yang lalu berturun temurun di tanah perantauan mereka perlu menerapkan berbagai pola adaptasi untuk meminimalisir konflik. Dasar peradabannya yang luwes menjadi andalan untuk eksis. Dijalankanlah prinsip: Di mana bumi dipijak ...